Manajemen Risiko Perbankan
Latar Belakang
Kemampuan
pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah satu key success factor
kelangsungan usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya
tantangan usaha yang dipicu:
·
Proses globalisasi yang
meningkatkan saling ketergantungan antara sektor keuangan suatu negara dengan
negara lainnya
·
ketatnya persaingan usaha dan kemajuan teknologi
informasi yang mendorong semakin variatif dan kompleksnya produk keuangan
Hubungan
Bank dan Risiko
· Bank
adalah sebuah lembaga keuangan yang memiliki surat izin usaha utk beroperasi
sbg bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima
serta menerbitkan check.
· Risiko
didefinisikan sebagai peluang terjadi bad outcome (hasil yang buruk), dan
besarnya peluang dapat diestimasikan.
· Risk
event (kejadian risiko) adalah terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan
potensi terjadinya kerugian (hasil buruk).
· Risk loss (risiko kerugian) adalah kerugian
yang terjadi sebagai dampak langsung atau tidak langsung dari kejadian risiko.
Kerugian tersebut dapat bersifat finansial atau non-finansial.
Konsep
dan Jenis Risiko
Dalam konteks perbankan risiko merupakan potensi
terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank. Termasuk
misalnya resiko yang berimbas pada
jatuhnya reputasi bank yang kemudian mendorong terjadinya berbagai jenis resiko
lainnya
Dengan demikian risk hanya berkaitan dengan situasi
dimana suatu negative outcome dapat setiap saat terjadi dan bahwa kemungkinan
atas terjadinya kejadian itu dapat diperkirakan (estimate)
Bank
Bersifat Khusus
Bank disebut bersifat “khusus” karena permasalahan di
perbankan bisa mengakibatkan dampak yang serius bagi perekonomian.
Tidak seperti perusahaan keuangan, maupun industri
lain, regulasi bagi industri perbankan tidak hanya mencakup produk dan jasa
yang ditawarkan, tetapi juga mencakup lembaga bank itu sendiri.
Hal ini karena kegagalan bank akan memberikan dampak
jangka panjang yang mendalam terhadap perekonomian
Risiko
Sistematik, dan Perekonomian
Risiko sistemik adalah risiko di mana kegagalan sebuah
bank tidak hanya berdampak langsung terhadap karyawan, nasabah, dan pemegang
saham, tetapi bahkan dapat menghancurkan perekonomian.
Hal ini lebih dikenal dengan sebutan “run on a bank”
atau “bank rush”, yaitu penarikan dana besar-besaran dari bank.
“Run on a bank” terjadi ketika bank tidak
mampu memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana kas
yang cukup untuk membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya (ada
masalah solvabilitas).
Solvabilitas dari suatu bank tidak hanya menjadi
perhatian pemegang saham, nasabah, maupun karyawan, tetapi juga pihak-pihak
yang bertanggung jawab mengatur ekonomi.
Oleh karena
sangat luas dan dalamnya pengaruh kegagalan dalam industri perbankan
bagi perekonomian maka pemerintah menetapkan aturan main (regulasi)
Pemerintah mengendalikan bank melalui regulasi, dengan
memastikan bahwa bank memiliki modal dan memiliki likuiditas yang mencukupi.
Bank
sentral sebagai supervisor harus memastikan bahwa bank dapat:
1. memenuhi sejumlah
permintaan dari deposan yang ingin dananya dikembalikan, tanpa perlu mencairkan
pinjamannya (menjual asetnya), dan
2. mempertahankan tingkat
kerugian yang masuk akal sebagai akibat dari lemahnya sistem pemberian pinjaman
atas siklus ekonomi yang turun. Misalnya, dapat bertahan saat resesi.
Berbeda dengan sektor riil, bank tidak bebas
menentukan struktur modalnya sendiri.
Ada persyaratan minimum yang tidak bisa tidak, wajib
dipenuhi setiap bank.
Capital structure maksudnya gambaran dari
komposisi sumber-sumber pendanaan yang digunakan bank dalam membiayai aset
serta kegiatan operasionalnya.
Capital structure sebuah bank umumnya
merupakan kombinasi dari unsur-unsur pendanaan yang berusmber dari setoran
modal saham, penerbitan obligasi (bond) atau pinjaman lainnya
Regulasi
Perbankan umumnya mengatur:
•
Seberapa jauh bank telah memenuhi besaran modal
minimum yang harus dipertahankan? Hal ini tergantung pada ketentuan BI, mis. BI
menetapkan bahwa CAR (Capital Adequacy ratio) perbankan Indonesia tidak boleh
lbh rendah dari 8%.
•
Adakah bank telah memenuhi kewajiban menjaga tingkat
likuiditas yang harsu dipertahankannya?
•
Bagaimana pola pemberian kredit yang diterapkan?
Misalnya pol apmeberian kredit jangka panjang hendaknya juga didukung oleh
sumber pendanaan jangka panjang pula.
Ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban dan membayar
kembali nasabah yang ingin menarik dananya dapat terjadi karena:
·
Risiko kredit yang buruk
·
Persepsi dari sebagian nasabahnya (bersifat tidak
nyata)
·
Gejolak ekonomi (economic shock), sehingga debitur
macet akan meningkat secara signifikan
Proses Manajemen Risiko
Sebuah proses manajemen resiko
yang berkelanjutan dalam membantu sebuah bank dalam
proses memahami, mengelola dan mengkomunikasikan resiko
Proses manajemen risiko terdiri :
·
Mengidentifikasi dan menilai
risiko
·
Menilai dan mengukur risiko
·
Menanggapi risiko
·
Komunikasi dan konsultasi
·
Memantau risiko dan mengkaji menejemen risiko
·
Mengintregrasikan hasil dari manajemen risiko ke dalam
praktek di semua level
·
Pendekatan, alat dan metode dari manajemen risiko ke
dalam praktek audit
·
Berbagai alat dan teknis dapat
digunakan dalam mengelola risiko
Jenis risiko yang dihadapi perbankan meliputi Risiko
Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi,
Risiko Hukum, Risiko Strategik, Risiko Kepatuhan (PBI 5/8/2003).
1. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah risiko kerugian dari posisi on dan
off-balance sheet yang ditimbulkan dari pergerakan harga pasar.
Risiko ini menimbulkan dampak pada bank yang memiliki
posisi instrumen keuangan pada neracanya. Namun, risiko ini tidak menimbulkan
dampak jika bank hanya bertindak sebagai intermediaries dalam suatu transaksi.
Risiko
Pasar Terdiri Atas:
·
Risiko spesifik (specific risk)
Risiko spesifik adalah risiko yang timbul karena adanya perubahan pergerakan harga pada pasar sekuritas yang hanya dialami oleh penerbit dari sekuritas tersebut.
Risiko spesifik adalah risiko yang timbul karena adanya perubahan pergerakan harga pada pasar sekuritas yang hanya dialami oleh penerbit dari sekuritas tersebut.
·
Risiko pasar umum (general market risk)
Risiko pasar umum adalah risiko yang timbul karena adanya perubahan pergerakan harga pasar sehingga berdampak pada seluruh pasar dan pada sejumlah instrumen.
Risiko pasar umum adalah risiko yang timbul karena adanya perubahan pergerakan harga pasar sehingga berdampak pada seluruh pasar dan pada sejumlah instrumen.
2. Risiko Operasional
Risiko operasional didefenisikan dalam Basel II
sebagai risiko kerugian yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidakcukupan
karena tidak memadainya proses internal, manusia, dan sistem atau dari kejadian
eksternal. Risiko ini akan memberikan dampak kepada seluruh bisnis bank karena
risiko operasional adalah risiko yang melekat di dalam bank ketika melakukan
proses operasional sehari-hari.
3. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko kerugian yang terjadi
sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan bank kepada
debitur maupun counterparty lainnya pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain,
risiko kredit adalah risiko karena peminjam tidak membayar utangnya. Misalnya
bank mengalami kerugian akibat terjadinya kredit macet. Bagi kebanyakan bank, porsi kerugian yang
ditimbulkan oleh credit risk merupakan unsur resiko kerugian yang
terbesar. Resiko kredit merupakan unsur yang paling memiliki potensi tercepat
dalam menggerogoti modal bank. Risiko kredit timbul dari beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
·
Debitur tidak dapat melunasi utangnya;
·
Obligasi yang dibeli bank, tidak membayar kupon
dan/atau pokok utang;
·
Terjadinya gagal bayar (non-performance) dari semua
kewajiban antara bank dengan pihak lain. Misalnya, kegagalan untuk membayar
kontrak derivatif.
4. Risiko Bisnis
Risiko bisnis adalah risiko yang terkait dengan posisi
kompetitif dan prospek perkembangan bank dalam menghadapi pasar yang dinamis,
penuh perubahan.
Risiko bisnis meliputi risiko yang terkait dengan
prospek dari produk dan layanan.
5. Risiko Strategis
Risiko strategis adalah risiko yang terkait dengan
keputusan bisnis jangka panjang yang diambil oleh direksi bank. Risiko ini juga terkait dengan implementasi
dari strategi tersebut. Risiko strategis
mirip dengan risiko bisnis. Perbedaannya terletak pada durasi (jangka waktu)
dan tingkat kepentingan dari suatu keputusan (kebijakan) manajemen.
Risiko strategis umumnya terkait dengan kebijakan
sebagai berikut:
· Investasi pada suatu bisnis;
· Jenis bisnis yang akan diakuisisi;
· Pemilihan bisnis yang akan dipangkas atau dijual;
· Investasi pada suatu bisnis;
· Jenis bisnis yang akan diakuisisi;
· Pemilihan bisnis yang akan dipangkas atau dijual;
6. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko terjadinya potensi
kerusakan pada sebuah perusahaan sebagai akibat dari opini publik yang negatif.
Risiko reputasi memiliki dampak kerugian yang semakin besar Selain itu, dampak
risiko tersebut semakin cepat terjadi. Meningkatnya risiko reputasi disebabkan
oleh pasar finansial telah bersifat global dan trading dilakukan 24 jam sehari.
Jadi, dampak kerusakan reputasi bank internasional
dapat terjadi setiap saat dan di mana pun berada karena dapat dilaporkan secara
real time di seluruh dunia.
DAMPAK POTENSIAL DARI KEGAGALAN PENGELOLAAN RISIKO
Risk event akan berdampak pada bank (berupa kerugian
finansial), stakholder bank tersebut (pemegang saham, karyawan, nasabah) dan
perekonomian.
Dampak pada Pemegang Saham
Dampak pada Pemegang Saham
·
hilangnya seluruh investasi mereka – bangkrutnya
perusahaan;
·
penurunan nilai investasi – harga saham yang turun
karena reputasi yang buruk atau penurunan laba,
·
hilangnya dividen sebagai akibat dari penurunan laba
perusahaan,
·
pemegang saham bertanggung jawab atas kerugian yang
terjadi pada perusahaan.
Dampak pada Pegawai
·
Tindakan indisipliner karena kesengajaan atau
kealpaan.
·
Kehilangan pendapatan, misalnya penurunan bonus ata
penundaan peningkatan upah, karena dampak pada pendapatan perusahaan.
·
Kehilangan pekerjaan.
Dampak pada Nasabah
·
Dampak terhadap nasabah memang tidak langsung dan
tidak terlihat jelas namun tetap dirasakan, seperti:
· Penuruan kualitas layanan konsumen,
· Penurunan ketersediaan produk,
· Krisis likuiditas
· Perubahan peraturan.
· Penuruan kualitas layanan konsumen,
· Penurunan ketersediaan produk,
· Krisis likuiditas
· Perubahan peraturan.
Metodologi dan Alat Pada Manajemen Risiko ; Manfaat
1.
Menggambarkan profil risiko secara lebih transparan dan terpadu
2.
Mendukung pembentukan budaya risiko
3.
Merangkai sifat dasar risiko
dengan strategi dan proses manajemen dan menunjukan hubungan yang langsung
antara risiko dengan kontrol
4.
Memungkinkan bank untuk melakukan
manajemen proaktif sehingga mampu secara efektif mengelola peristiwa yang akan
datang yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian
5.
Secara relatif mampu menanggapi
perubahan lingkungan secara cepat
6.
Mengidentifikasi dan mengelola
risiko antar fungsi dalam perusahaan serta menyajikan tanggapan yang terpadu
terhadap berbagai resiko ini.
7.
Meningkatkan pengambilan keputusan
untuk menangani risiko dan menganggapi sedemikian rupa untuk mengurangi
kemungkinan hasil yang menurun dan meningkatkan hasil yang lebih tinggi
8.
Memudahkan manajemen untuk
menyusun program mitigasi risiko menurut prioritas risiko yang ada
9.
Menghubungkan pertumbuhan, resiko
dan imbal hasil
10. Mengurangi kegiatan usaha dan kerugian yang mendadak
Struktur Manajemen Risiko Dalam Perusahaan Dan Bank
·
Tanggung jawab manajemen risiko
a)
Dewan komisaris
b)
Dewan direksi
c)
Manajemen ; Satuan Manajemen Risiko
Wewenang dan Tanggung Jawab
Dewan komisaris dan Dewan direksi
Dewan komisaris dan Dewan direksi
a) Menyetujui
dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko
b) Membagi
tanggung jawab dari manajemen untuk melaksanakan kebijakan manajemen risiko.
c) Menetapkan
jenis transaksi yang membutuhkan persetujuan khusus dewan komisaris
d) Membuat
dokumentasi strategi dan kebijakan manajemen risiko.
e) Menerapkan
dan mengelola manajemen risiko dalam batasan ‘risk appetite’ bank.
f) Menetapkan
jenis transaksi yang membutuhkan persetujuan dari pejabat senior manajemen
risiko.
g) Mengembangkan
budaya risiko dalam bank.
h) Mengembangkan
keahlian manajemen risiko untuk semua personil yang terkait.
i)
Memastikan bahwa manajemen risiko dan manajemen bisnis
beroperasi secara independen
j)
Melakukan review secara periodik
MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH
Latar Belakang
Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari
sebagai salah satu faktor kunci sukses (key success factor) kelangsungan
usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha
yang dipicu:
a)
Proses
globalisasi yang
meningkatkan saling ketergantungan antara sektor keuangan suatu negara dengan
negara lainnya
b)
ketatnya
persaingan usaha dan kemajuan teknologi informasi yang mendorong semakin
variatif dan kompleksnya
produk keuangan
Konsep dan Jenis
Risiko
Secara umum risiko diinterpretasikan sebagai sebuah
ketidakpastian atas suatu posisi
Dalam konteks perbankan risiko merupakan potensi
terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank
Jenis risiko yang dihadapi perbankan meliputi Risiko
Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi,
Risiko Hukum, Risiko Strategik, Risiko Kepatuhan (PBI 5/8/2003).
Risiko Bank Syariah
Jenis Risiko bank syariah menurut
Risk Management Guide IFSB (2004):
a.
Risiko
Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi sebagaimana
bank konvensional
b.
Equity
Investment Risk
terkait dengan
sharing risiko investasi ketika bank masuk dalam sebuah partnership (syirkah)
c.
Rate
of return risk
Terkait dengan
perubahan ekspektasi return pemilik dana investasi
Risiko Bank Syariah
Secara umum potensi perbedaan karakteristik risiko
pada bank syariah (dibandingkan bank konvensional) bersumber dari kewajiban
memenuhi prinsip syariah maupun dampak dari variasi akad yang digunakan
(IFSB,2004):
a) different Commencement stage of
risk due to non-binding nature of contracts in some instruments
b) risk transformation (eg. From
market risk to credit risk for murabahah)
c) risks associated with their own
exposures (as a supplier or lessor) in parallel transactions
d) different risk mitigation
procedures
e) not only fiduciary-type but
(possible) extention to agency-type contracts (e.g. in agency bank need to
identify investor’s risk-return appetite)
Risiko Bank Syariah
Kajian Bank Indonesia (2003) menyimpulkan disamping
risiko perbankan secara umum perbankan syariah memiliki keunikan dalam hal:
a)
Potensi
adanya risiko investasi (income risk/equity investment risk)
b)
Risiko
likuiditas yang spesifik terkait dengan perbedaan return (rate of return risk)
c)
Market
risk yang spesifik dari perubahan harga persediaan
d)
Legal
risk yang spesifik terkait dengan transaksi menggunakan prinsip syariah
e)
Risiko
reputasi yang dikaitkan juga dengan pemenuhan prinsip syariah dalam operasional
bank
Manajemen Risiko
Pengaturan Manajemen Risiko Bank Umum secara garis
besar mencakup:
a.
Risk
Governance
Satuan Kerja Manajemen Risiko dan
Komite Manajemen Risiko
b.
Risk
Management Pillars
4 pilar manajemen risiko:
pengawasan aktif komisaris dan direksi; kebijakan, prosedur dan penetapan
limit; identifikasi, pengukuran, monitoring dan sistem informasi manajemen
risiko; sistem pengendalian intern
c.
Disclosure
laporan tahunan (pelaksanaan dan
arah kebijakan), laporan profil risiko dan laporan produk/aktivitas baru
Prinsip Manajemen
Risiko (IFSB,2004)
1.
Credit
Risk
Principle 2.1: IIFS shall have in place a
strategy for financing, using various instruments in compliance with Shari`ah,
whereby it recognises the potential credit exposures that may arise at
different stages of the various financing agreements.
Principle 2.2: IIFS shall carry out a due
diligence review in respect of counterparties prior to deciding on the
choice of an appropriate Islamic financing instrument.
Principle 2.3: IIFS shall have in place
appropriate methodologies for measuring and reporting the credit risk exposures
arising under each Islamic financing instrument.
Principle 2.4: IIFS shall have in place Shari`ah-compliant
credit risk mitigating techniques appropriate for each Islamic financing
instrument.
2.
Market
Risk
Principle
4.1: IIFS shall
have in place an appropriate framework for market risk management (including
reporting) in respect of all assets held, including those that do not have a
ready market and/or are exposed to high price volatility.
3.
Liquidity
Risk
Principle
5.1: IIFS shall have
in place a liquidity management framework (including reporting) taking into
account separately and on an overall basis their liquidity exposures in respect
of each category of current accounts, unrestricted and restricted investment
accounts.
Principle
5.2: IIFS shall
assume liquidity risk commensurate with their ability to have sufficient
recourse to Shari`ah-compliant funds to mitigate such risk.
4.
Operational
Risk
Principle
7.1: IIFS shall
have in place adequate systems and controls, including Shari`ah Board/
Advisor, to ensure compliance with Shari`ah rules and principles.
Principle
7.2: IIFS shall
have in place appropriate mechanisms to safeguard the interests of all fund
providers. Where IAH funds are commingled with the IIFS’s own funds, the IIFS shall
ensure that the bases for asset, revenue, expense and profit allocations are
established, applied and reported in a manner consistent with the IIFS’s
fiduciary responsibilities.
5.
Rate
of Return Risk
Principle
6.1: IIFS shall
establish a comprehensive risk management and reporting process to assess the
potential impacts of market factors affecting rates of return on assets in
comparison with the expected rates of return for investment account holders
(IAH).
Principle
6.2: IIFS shall
have in place an appropriate framework for managing displaced commercial risk,
where applicable.
6.
Equity
Investment Risk
Principle
3.1: IIFS shall
have in place appropriate strategies, risk management and reporting processes
in respect of the risk characteristics of equity investments, including Mudharabah
and Musharakah investments.
Principle
3.2: IIFS shall
ensure that their valuation methodologies are appropriate and consistent, and
shall assess the potential impacts of their methods on profit calculations and
allocations. The methods shall be mutually agreed between the IIFS and the Mudharib
and/or Musharakah partners.
Principle
3.3: IIFS shall
define and establish the exit strategies in respect of their equity investment
activities, including extension and redemption conditions for Mudharabah and
Musharakah investments, subject to the approval of the institution’s Shari`ah
Board.
Pengawasan Berbasis
Risiko
Penerapan manajemen risiko oleh perbankan diikuti
pula oleh pengembangan sistem pengawasan berbasis risiko oleh Bank Indonesia
Tujuan utama pengawasan berbasis risiko adalah “to
minimize overall regulatory burden and make the most effective use of scarce
supervisory resources”.
Penilaian Tingkat
Kesehatan
Sebagai bagian sistem
pengawasan berbasis risiko, salah satu perangkat penilaian performa bank syariah
yang digunakan adalah penilaian tingkat kesehatan (TKS) à PBI
9/1/2007
- TKS bank syariah menilai berbagai aspek yang mempengaruhi kinerja bank syariah baik dari sisi finansial maupun manajerial.
- Dari sisi finansial, faktor yang dinilai meliputi kecukupan permodalan, kualitas aset, kualitas income (termasuk efisiensi), kecukupan likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
- Indikator penilaian yang digunakan pada dasarnya mencerminkan intensitas berbagai jenis risiko yang dihadapi bank syariah.
- Dari sisi manajerial penilaian kualitas manajemen bank meliputi penilaian atas kualitas good corporate governance secara umum, kualitas manajemen risiko dan kepatuhan terhadap regulasi baik yang mengatur aspek prudensial maupun penerapan prinsip syariah.
Sistem
Pengawasan Bank Syariah
Sistem pengawasan berbasis risiko bank syariah
termasuk penilaian TKS merupakan satu kesatuan dari proses pengaturan dan
pengawasan bank yang menjadi tugas BI dengan sasaran mendukung pencapaian stabilitas
sistem keuangan
Peraturan Bank Indonesia Tentang
Penerapan Manajemen Resiko
Peraturan
Bank Indonesia
1.
PBI
no 5/8/PBI/2003 tertanggal 19 Mei 2003
Penerapan Manajeman Resiko untuk Bank Umum
Penerapan Manajeman Resiko untuk Bank Umum
2.
PBI
No 7/2/PBI/2005 tertanggal bulan Agustus 2005
sertifikasi manajemen Resiko bagi pengurus dan Pejabat Bank Umum
sertifikasi manajemen Resiko bagi pengurus dan Pejabat Bank Umum
3.
PBI No 11/19/PBI 2009 tertanggal 4 Juni 2009
sertifikasi manajeman resiko bagi pengurus dan pejabat bank umum
sertifikasi manajeman resiko bagi pengurus dan pejabat bank umum
Bank
Indonesia
Bank Indonesia meminta kepada bank umum :
1.
Mengatur resiko-resiko dalam suatu struktur
manajeman yang terintergrasi
2.
Membangun sistem dan struktur manajeman yang
dibutuhkan dalam mencapainya
Struktur
Manajemen Resiko Menurut Bank Indonesia
a)
Resiko Pasar
b)
Resiko kredit
c)
Resiko Operasional
d)
Resiko Likuiditas
e)
Resiko Hukum
f)
Resiko Reputasi
g)
Resiko Strategi
h)
Resiko Kepatuhan
Komite
Manajeman Resiko
Bank umum harus memiliki komite manajeman resiko dan
unit manajeman resiko tugas merenkomendasikan :
1)
Kebijakan resiko , proses sebagai dan aplikasi
2)
Setiap perubahan proses sebagai hasil dari
rekomendasikan audit internal atau evaluasi lainnya dari proses manajeman
resiko
3)
Penjelasan kepada Bank Indonesia dan dewan direksi
bank keputusan yang dibuat oleh bank yang bertentangan dengan kebijkan
manajeman resiko
Persyaratan
dalam membangun struktur komite / unit Manajeman Resiko
a)
Harus sesuai untuk ukuran dan komplesitas dari
resiko –resiko yang akan diambil oleh
bank
b)
Independen secara operasional dan pelaporan dari
unti bisnis
c)
Melaporkan kepada anggota dari dewan direksi bank
Tanggung
Jawab Komite/ unit Manajeman Resiko
a)
Memantau implementasi terhadap strategi manajeman
strategi manajemen resiko
b)
Memantau keseluruhan tingkatan resiko yang
dijalankan bank serta membandingkan dengan kesediaan bank mananggung resiko
c)
Memantau tingakatan resiko yang akan dilaksanakan
bank terhadap batas resiko dilaksanakan bank terhadap batas resiko dirancang
untuk masing-masing jenis resiko
d)
Melakukan stress testing terhadap model penilaian
resiko yang digunakan
e)
Melaksanakan peninjauan reguler terhadap prosedur
dan proses manajeman resiko bank
f)
Penguji proposal sebelum penerapan produk dan jasa baru
g)
Pelaksanaan pengujian reguler terhadap kemampuan
prediksi dari suatu model resiko bank dibandingkan dengan hasil nyata dari
proses pengambilan resiko
h)
Membuat rekomendasi kepada komite manajeman resiko
bank mengenai semau aspek proses manajeman resiko bank
i)
Melaporkan secara reguler profil resiko bank kepada
manajeman resiko dan komite resiko bank
Laporan
Manajeman Resiko
a)
Laporan
profil resiko
b)
Laporan
produk dan jasa baru
c)
Laporan
kerugian keuangan yang signifikan
d)
Laporan
publikasi dan akuntansi
Regulasi
Keungan periode tahun 1970an dan 1980-an
a) Pemberian
izzin mendirikan lembaga keuangan
b) Pembatasan
aktivitas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada masing-masing
institusi keuangan
c) Definisi
dari rasio-rasio pada neraca dan persyaratan giro wajib minimum atau menjaga tingkat aktiva yang harus
disediakan dalam obligasi pemerintah
Munculnya
permasalah
Lemahnya bank sentral disebabkan oleh antara lain ;
a) Fungsi
dari lender of the last resort
b) Masalah
krisis likuiditas
c) Krisis
solvency
Regulasi
Pertengahan tahun 1970-an mulai menetapkan
pendekatan pada pengawasan dengan prinsip kehati-hatian
Prudential
supervisor
Lembaga keuangan secara signifikan harus mengukur
sendiri performa berdasarakan hasil atau return yang ingin dicapai dan tingkat
resiko yang sanggup ditanggung dengan tujuan akhir mencapai return yang
diinginkan
Era globalisasi trus berkembang , era globalisasi
ini telah memasuki pasar uang, pasar modal, dan pasar komoditi yang dalam
penerapannya membutuhkan suatu norma prudential yang dapat diberlakukan secara
internasional dan dapat diimplementasikan secara konssisten pada semua negara.
Penetapan
Basel 1
Secara internasional dibutuhkan suatu keragaman
regulasi secara global atau internasional yang akan menjadi suatu acuan bagi
regulator pada masing-masing negara
Pandangan dan pemikiran ini yang menjadi dasar
munculnya kesepakatan basel-basel accord
Kesepakatan
Basel 1
Pada tahun 1974 dicetuskan komite basel – the basel
commmitee
Fungsi untuk pengawasan dibidang perbankan
Penggagas
Komite Basel
1. Amerika
Serikat
2. Belanda
3. Belgia
4. Inggris
5. Italia
6. Jepang
7. Jerman
8. Kanada
9. Prancis
10. Swedia
11. Swiss
12. Luxemburg
Tujuan
Utama Pengembangan Kesepakatan Basel 1
a)
Meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari sisten
perbankan internasional
b)
Untuk menciptakan kerangka pengukuran kecukupan
modal dari bank yang aktif secara internasional
c)
Untuk membentuk kerangka yang dapaat diaplikasikan
secara kkonsisten dengan berpandangan untuk mengurangi ketidaksertaan dalam
persaingan –competitive inqualities- antara bank – bank yang aktif secara
internasional
Konsep
Kesepakatan Basel 1
Pengukuran kecukupan modal menurut kredit didasari
oleh beberapa kalkulasi terdiri dari :
a) Bobot
resiko aktiva dan bobot resiko
b) Penyertaan
dengan resiko kredit
c) Target
rasio modal dan kalkulasi modal yang memenuhi syarat
d) Kecukupan
hasil pada modal yang memenuhi syarat
e) Struktur
modal
Kelemahan
Kesepakatan Basel 1
a)
Pendekatan portofolio belum diakomodasi
b)
Netting belum diizinkan
c)
Eksposur resiko pada Basel 1 diregulasikan secara
samar-samar
d)
Pendekatan basell 1 memberikan pembobotan pada bobot
resiko aktiva yang sama terhadap semua pinjaman
korporat tanpa memperdulikan peringkat kredit dari debitur
Perbandingan
Kesepakatan Basel 1 dan kesepakatn basel II
Kesepakatan
basel I
a)
Fokus pada sebuah pengukuran tunggal
b)
Memiliki pendekatan yang sederhana terhadap
sensitivitas resiko
c)
Menggunkan pendekatan one single size fits all pada
resiko dan modal
d)
Hanya mencakup resiko kredit dan resiko pasar
Kesepakatan
Basel II
a)
Fokus pada internal metedologi
b)
Memiliki tingkat sensitivitas resiko yang lebih
tinggi
c)
Fleksibel untuk disesuaikan terhadap kebutuhan bank
yang berbeda-beda
d)
Mencakup resiko kredit, resiko pasar, resiko
operasional dan resiko lainnya
Regulasi
Tiga Pilar Kesepakatan Basel II
a)
Pilar1
– kewajiban penyediaan modal minimum
b)
Pilar2-
tinjauan berdasarkan regulasi
c)
Pilar3
- disiplin pasar yang efektif
Arsitektur
Perbankan Indonesia (API)
Bank Indonesia pada tanggal 9 januari 2004 telah
meluncurkan API, yaitu suatu kerangka
dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan
arah, bentuk dan tatanan industri
perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan
Sasaran
Pokok API
a) Menciptakan
struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan
b) Menciptakan
sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar
internasional
c) Menciptakan
industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki
ketahanan dalam menghadapi resiko
d) Menciptakan
good corparate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan
nasionall
e) Mewujudkan
infrastruktur yang lengkap untuk mewujudkan terciptanya industri perbankan yang
sehat
f) Mewujudkan
pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan