Kamis, 26 Januari 2012

manajeman resiko perbankan, manajeman resiko bank syariah dan peraturan BI


Manajemen Risiko Perbankan

Latar Belakang
         Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah satu key success factor kelangsungan usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu:
·           Proses globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor keuangan suatu negara dengan negara lainnya
·           ketatnya persaingan usaha dan kemajuan teknologi informasi yang mendorong semakin variatif dan kompleksnya produk keuangan


Hubungan Bank dan Risiko
·    Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang memiliki surat izin usaha utk beroperasi sbg bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta menerbitkan check.
·     Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadi bad outcome (hasil yang buruk), dan besarnya peluang dapat diestimasikan.
·    Risk event (kejadian risiko) adalah terjadinya suatu peristiwa yang menciptakan potensi terjadinya kerugian (hasil buruk).
·     Risk loss (risiko kerugian) adalah kerugian yang terjadi sebagai dampak langsung atau tidak langsung dari kejadian risiko. Kerugian tersebut dapat bersifat finansial atau non-finansial.

Konsep dan Jenis Risiko
Dalam konteks perbankan risiko merupakan potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank. Termasuk misalnya resiko yang berimbas pada jatuhnya reputasi bank yang kemudian mendorong terjadinya berbagai jenis resiko lainnya
Dengan demikian risk hanya berkaitan dengan situasi dimana suatu negative outcome dapat setiap saat terjadi dan bahwa kemungkinan atas terjadinya kejadian itu dapat diperkirakan (estimate)

Bank Bersifat Khusus
Bank disebut bersifat “khusus” karena permasalahan di perbankan bisa mengakibatkan dampak yang serius bagi perekonomian.
Tidak seperti perusahaan keuangan, maupun industri lain, regulasi bagi industri perbankan tidak hanya mencakup produk dan jasa yang ditawarkan, tetapi juga mencakup lembaga bank itu sendiri.
Hal ini karena kegagalan bank akan memberikan dampak jangka panjang yang mendalam terhadap perekonomian

Risiko Sistematik, dan Perekonomian
Risiko sistemik adalah risiko di mana kegagalan sebuah bank tidak hanya berdampak langsung terhadap karyawan, nasabah, dan pemegang saham, tetapi bahkan dapat menghancurkan perekonomian.
Hal ini lebih dikenal dengan sebutan “run on a bank” atau “bank rush”, yaitu penarikan dana besar-besaran dari bank.
“Run on a bank” terjadi ketika bank tidak mampu memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana kas yang cukup untuk membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya (ada masalah solvabilitas).
Solvabilitas dari suatu bank tidak hanya menjadi perhatian pemegang saham, nasabah, maupun karyawan, tetapi juga pihak-pihak yang bertanggung jawab mengatur ekonomi.
Oleh karena  sangat luas dan dalamnya pengaruh kegagalan dalam industri perbankan bagi perekonomian maka pemerintah menetapkan aturan main (regulasi)
Pemerintah mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa bank memiliki modal dan memiliki likuiditas yang mencukupi.

Bank sentral sebagai supervisor harus memastikan bahwa bank dapat:
1. memenuhi sejumlah permintaan dari deposan yang ingin dananya dikembalikan, tanpa perlu mencairkan pinjamannya (menjual asetnya), dan
2. mempertahankan tingkat kerugian yang masuk akal sebagai akibat dari lemahnya sistem pemberian pinjaman atas siklus ekonomi yang turun. Misalnya, dapat bertahan saat resesi.

Berbeda dengan sektor riil, bank tidak bebas menentukan struktur modalnya sendiri.
Ada persyaratan minimum yang tidak bisa tidak, wajib dipenuhi setiap bank.
Capital structure maksudnya gambaran dari komposisi sumber-sumber pendanaan yang digunakan bank dalam membiayai aset serta kegiatan operasionalnya.
Capital structure sebuah bank umumnya merupakan kombinasi dari unsur-unsur pendanaan yang berusmber dari setoran modal saham, penerbitan obligasi (bond) atau pinjaman lainnya

Regulasi Perbankan umumnya mengatur:
    Seberapa jauh bank telah memenuhi besaran modal minimum yang harus dipertahankan? Hal ini tergantung pada ketentuan BI, mis. BI menetapkan bahwa CAR (Capital Adequacy ratio) perbankan Indonesia tidak boleh lbh rendah dari 8%.
    Adakah bank telah memenuhi kewajiban menjaga tingkat likuiditas yang harsu dipertahankannya?
    Bagaimana pola pemberian kredit yang diterapkan? Misalnya pol apmeberian kredit jangka panjang hendaknya juga didukung oleh sumber pendanaan jangka panjang pula.


Ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban dan membayar kembali nasabah yang ingin menarik dananya dapat terjadi karena:
·              Risiko kredit yang buruk
·              Persepsi dari sebagian nasabahnya (bersifat tidak nyata)
·              Gejolak ekonomi (economic shock), sehingga debitur macet akan meningkat secara signifikan

Proses Manajemen Risiko
Sebuah proses manajemen resiko yang berkelanjutan dalam membantu sebuah bank dalam proses memahami, mengelola dan mengkomunikasikan resiko

Proses manajemen risiko terdiri :
·           Mengidentifikasi dan menilai risiko
·           Menilai dan mengukur risiko
·           Menanggapi risiko
·           Komunikasi dan konsultasi
·           Memantau risiko dan mengkaji menejemen risiko
·           Mengintregrasikan hasil dari manajemen risiko ke dalam praktek di semua level
·           Pendekatan, alat dan metode dari manajemen risiko ke dalam praktek audit
·           Berbagai alat dan teknis dapat digunakan dalam mengelola risiko

Jenis risiko yang dihadapi perbankan meliputi Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi, Risiko Hukum, Risiko Strategik, Risiko Kepatuhan (PBI 5/8/2003).

1. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah risiko kerugian dari posisi on dan off-balance sheet yang ditimbulkan dari pergerakan harga pasar.
Risiko ini menimbulkan dampak pada bank yang memiliki posisi instrumen keuangan pada neracanya. Namun, risiko ini tidak menimbulkan dampak jika bank hanya bertindak sebagai intermediaries dalam suatu transaksi.
 
Risiko Pasar Terdiri Atas:
·              Risiko spesifik (specific risk)
Risiko spesifik adalah risiko yang timbul karena adanya perubahan pergerakan harga pada pasar sekuritas yang hanya dialami oleh penerbit dari sekuritas tersebut.
·              Risiko pasar umum (general market risk)
Risiko pasar umum adalah risiko yang timbul karena adanya perubahan pergerakan harga pasar sehingga berdampak pada seluruh pasar dan pada sejumlah instrumen.


2. Risiko Operasional
Risiko operasional didefenisikan dalam Basel II sebagai risiko kerugian yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidakcukupan karena tidak memadainya proses internal, manusia, dan sistem atau dari kejadian eksternal. Risiko ini akan memberikan dampak kepada seluruh bisnis bank karena risiko operasional adalah risiko yang melekat di dalam bank ketika melakukan proses operasional sehari-hari.

3. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko kerugian yang terjadi sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan bank kepada debitur maupun counterparty lainnya pada saat jatuh tempo. Dengan kata lain, risiko kredit adalah risiko karena peminjam tidak membayar utangnya. Misalnya bank mengalami kerugian akibat terjadinya kredit macet.  Bagi kebanyakan bank, porsi kerugian yang ditimbulkan oleh credit risk merupakan unsur resiko kerugian yang terbesar. Resiko kredit merupakan unsur yang paling memiliki potensi tercepat dalam menggerogoti modal bank. Risiko kredit timbul dari beberapa kemungkinan sebagai berikut:
·              Debitur tidak dapat melunasi utangnya;
·              Obligasi yang dibeli bank, tidak membayar kupon dan/atau pokok utang;
·              Terjadinya gagal bayar (non-performance) dari semua kewajiban antara bank dengan pihak lain. Misalnya, kegagalan untuk membayar kontrak derivatif.

4. Risiko Bisnis
Risiko bisnis adalah risiko yang terkait dengan posisi kompetitif dan prospek perkembangan bank dalam menghadapi pasar yang dinamis, penuh perubahan.
Risiko bisnis meliputi risiko yang terkait dengan prospek dari produk dan layanan.

5. Risiko Strategis
Risiko strategis adalah risiko yang terkait dengan keputusan bisnis jangka panjang yang diambil oleh direksi bank.  Risiko ini juga terkait dengan implementasi dari strategi tersebut.  Risiko strategis mirip dengan risiko bisnis. Perbedaannya terletak pada durasi (jangka waktu) dan tingkat kepentingan dari suatu keputusan (kebijakan) manajemen.
Risiko strategis umumnya terkait dengan kebijakan sebagai berikut:
· Investasi pada suatu bisnis;
· Jenis bisnis yang akan diakuisisi;
· Pemilihan bisnis yang akan dipangkas atau dijual;

6. Risiko Reputasi
Risiko reputasi adalah risiko terjadinya potensi kerusakan pada sebuah perusahaan sebagai akibat dari opini publik yang negatif. Risiko reputasi memiliki dampak kerugian yang semakin besar Selain itu, dampak risiko tersebut semakin cepat terjadi. Meningkatnya risiko reputasi disebabkan oleh pasar finansial telah bersifat global dan trading dilakukan 24 jam sehari.  Jadi, dampak kerusakan reputasi bank internasional dapat terjadi setiap saat dan di mana pun berada karena dapat dilaporkan secara real time di seluruh dunia.

DAMPAK POTENSIAL DARI KEGAGALAN PENGELOLAAN RISIKO
Risk event akan berdampak pada bank (berupa kerugian finansial), stakholder bank tersebut (pemegang saham, karyawan, nasabah) dan perekonomian.

Dampak pada Pemegang Saham
·              hilangnya seluruh investasi mereka – bangkrutnya perusahaan;
·              penurunan nilai investasi – harga saham yang turun karena reputasi yang buruk atau penurunan laba,
·              hilangnya dividen sebagai akibat dari penurunan laba perusahaan,
·              pemegang saham bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi pada perusahaan.

Dampak pada Pegawai
·              Tindakan indisipliner karena kesengajaan atau kealpaan.
·              Kehilangan pendapatan, misalnya penurunan bonus ata penundaan peningkatan upah, karena dampak pada pendapatan perusahaan.
·              Kehilangan pekerjaan.

Dampak pada Nasabah
·              Dampak terhadap nasabah memang tidak langsung dan tidak terlihat jelas namun tetap dirasakan, seperti:
· Penuruan kualitas layanan konsumen,
· Penurunan ketersediaan produk,
· Krisis likuiditas
· Perubahan peraturan.

Metodologi dan Alat Pada Manajemen Risiko ; Manfaat
1.        Menggambarkan profil risiko secara lebih transparan dan terpadu
2.        Mendukung pembentukan budaya risiko
3.        Merangkai sifat dasar risiko dengan strategi dan proses manajemen dan menunjukan hubungan yang langsung antara risiko dengan kontrol
4.        Memungkinkan bank untuk melakukan manajemen proaktif sehingga mampu secara efektif mengelola peristiwa yang akan datang yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian
5.        Secara relatif mampu menanggapi perubahan lingkungan secara cepat
6.        Mengidentifikasi dan mengelola risiko antar fungsi dalam perusahaan serta menyajikan tanggapan yang terpadu terhadap berbagai resiko ini.
7.        Meningkatkan pengambilan keputusan untuk menangani risiko dan menganggapi sedemikian rupa untuk mengurangi kemungkinan hasil yang menurun dan meningkatkan hasil yang lebih tinggi
8.        Memudahkan manajemen untuk menyusun program mitigasi risiko menurut prioritas risiko yang ada
9.        Menghubungkan pertumbuhan, resiko dan imbal hasil
10.    Mengurangi kegiatan usaha dan kerugian yang mendadak

Struktur Manajemen Risiko Dalam Perusahaan Dan Bank
·              Tanggung jawab manajemen risiko
a)         Dewan komisaris
b)        Dewan direksi
c)         Manajemen ; Satuan Manajemen Risiko

Wewenang dan Tanggung Jawab
Dewan komisaris dan Dewan direksi
a)      Menyetujui dan mengevaluasi kebijakan manajemen risiko
b)      Membagi tanggung jawab dari manajemen untuk melaksanakan kebijakan manajemen risiko.
c)      Menetapkan jenis transaksi yang membutuhkan persetujuan khusus dewan komisaris
d)      Membuat dokumentasi strategi dan kebijakan manajemen risiko.
e)      Menerapkan dan mengelola manajemen risiko dalam batasan ‘risk appetite’ bank.
f)       Menetapkan jenis transaksi yang membutuhkan persetujuan dari pejabat senior manajemen risiko.
g)      Mengembangkan budaya risiko dalam bank.
h)      Mengembangkan keahlian manajemen risiko untuk semua personil yang terkait.
i)        Memastikan bahwa manajemen risiko dan manajemen bisnis beroperasi secara independen
j)        Melakukan review secara periodik
MANAJEMEN RISIKO BANK SYARIAH

Latar Belakang
Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah satu faktor kunci sukses (key success factor) kelangsungan usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu:
a)        Proses globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor keuangan suatu negara dengan negara lainnya
b)        ketatnya persaingan usaha dan kemajuan teknologi informasi yang mendorong semakin variatif dan kompleksnya produk keuangan


Konsep dan Jenis Risiko
Secara umum risiko diinterpretasikan sebagai sebuah ketidakpastian atas suatu posisi
Dalam konteks perbankan risiko merupakan potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank
Jenis risiko yang dihadapi perbankan meliputi Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi, Risiko Hukum, Risiko Strategik, Risiko Kepatuhan (PBI 5/8/2003).

Risiko Bank Syariah
Jenis Risiko bank syariah menurut Risk Management Guide IFSB (2004):
a.         Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi sebagaimana bank konvensional
b.        Equity Investment Risk
terkait dengan sharing risiko investasi ketika bank masuk dalam sebuah partnership (syirkah)
c.         Rate of return risk
Terkait dengan perubahan ekspektasi return pemilik dana investasi
           

Risiko Bank Syariah
Secara umum potensi perbedaan karakteristik risiko pada bank syariah (dibandingkan bank konvensional) bersumber dari kewajiban memenuhi prinsip syariah maupun dampak dari variasi akad yang digunakan (IFSB,2004):
a)    different Commencement stage of risk due to non-binding nature of contracts in some instruments
b)   risk transformation (eg. From market risk to credit risk for murabahah)
c)    risks associated with their own exposures (as a supplier or lessor) in parallel transactions
d)   different risk mitigation procedures
e)    not only fiduciary-type but (possible) extention to agency-type contracts (e.g. in agency bank need to identify investor’s risk-return appetite)

Risiko Bank Syariah
Kajian Bank Indonesia (2003) menyimpulkan disamping risiko perbankan secara umum perbankan syariah memiliki keunikan dalam hal:
a)        Potensi adanya risiko investasi (income risk/equity investment risk)
b)        Risiko likuiditas yang spesifik terkait dengan perbedaan return (rate of return risk)
c)        Market risk yang spesifik dari perubahan harga persediaan
d)        Legal risk yang spesifik terkait dengan transaksi menggunakan prinsip syariah
e)        Risiko reputasi yang dikaitkan juga dengan pemenuhan prinsip syariah dalam operasional bank


Manajemen Risiko
Pengaturan Manajemen Risiko Bank Umum secara garis besar mencakup:
a.         Risk Governance
Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko
b.         Risk Management Pillars
4 pilar manajemen risiko: pengawasan aktif komisaris dan direksi; kebijakan, prosedur dan penetapan limit; identifikasi, pengukuran, monitoring dan sistem informasi manajemen risiko; sistem pengendalian intern
c.         Disclosure
laporan tahunan (pelaksanaan dan arah kebijakan), laporan profil risiko dan laporan produk/aktivitas baru

Prinsip Manajemen Risiko (IFSB,2004)
1.      Credit Risk
            Principle 2.1: IIFS shall have in place a strategy for financing, using various instruments in compliance with Shari`ah, whereby it recognises the potential credit exposures that may arise at different stages of the various financing agreements.
            Principle 2.2: IIFS shall carry out a due diligence review in respect of counterparties prior to deciding on the choice of an appropriate Islamic financing instrument.
            Principle 2.3: IIFS shall have in place appropriate methodologies for measuring and reporting the credit risk exposures arising under each Islamic financing instrument.
            Principle 2.4: IIFS shall have in place Shari`ah-compliant credit risk mitigating techniques appropriate for each Islamic financing instrument.
           
2.      Market Risk
Principle 4.1: IIFS shall have in place an appropriate framework for market risk management (including reporting) in respect of all assets held, including those that do not have a ready market and/or are exposed to high price volatility.

3.      Liquidity Risk
Principle 5.1: IIFS shall have in place a liquidity management framework (including reporting) taking into account separately and on an overall basis their liquidity exposures in respect of each category of current accounts, unrestricted and restricted investment accounts.
Principle 5.2: IIFS shall assume liquidity risk commensurate with their ability to have sufficient recourse to Shari`ah-compliant funds to mitigate such risk.

4.      Operational Risk
Principle 7.1: IIFS shall have in place adequate systems and controls, including Shari`ah Board/ Advisor, to ensure compliance with Shari`ah rules and principles.
Principle 7.2: IIFS shall have in place appropriate mechanisms to safeguard the interests of all fund providers. Where IAH funds are commingled with the IIFS’s own funds, the IIFS shall ensure that the bases for asset, revenue, expense and profit allocations are established, applied and reported in a manner consistent with the IIFS’s fiduciary responsibilities.

5.      Rate of Return Risk
Principle 6.1: IIFS shall establish a comprehensive risk management and reporting process to assess the potential impacts of market factors affecting rates of return on assets in comparison with the expected rates of return for investment account holders (IAH).
Principle 6.2: IIFS shall have in place an appropriate framework for managing displaced commercial risk, where applicable.

6.      Equity Investment Risk
Principle 3.1: IIFS shall have in place appropriate strategies, risk management and reporting processes in respect of the risk characteristics of equity investments, including Mudharabah and Musharakah investments.
Principle 3.2: IIFS shall ensure that their valuation methodologies are appropriate and consistent, and shall assess the potential impacts of their methods on profit calculations and allocations. The methods shall be mutually agreed between the IIFS and the Mudharib and/or Musharakah partners.
Principle 3.3: IIFS shall define and establish the exit strategies in respect of their equity investment activities, including extension and redemption conditions for Mudharabah and Musharakah investments, subject to the approval of the institution’s Shari`ah Board.

Pengawasan Berbasis Risiko
Penerapan manajemen risiko oleh perbankan diikuti pula oleh pengembangan sistem pengawasan berbasis risiko oleh Bank Indonesia
Tujuan utama pengawasan berbasis risiko adalah “to minimize overall regulatory burden and make the most effective use of scarce supervisory resources”.

Penilaian Tingkat Kesehatan
Sebagai bagian sistem pengawasan berbasis risiko, salah satu perangkat penilaian performa bank syariah yang digunakan adalah penilaian tingkat kesehatan (TKS) à PBI 9/1/2007
  1. TKS bank syariah menilai berbagai aspek yang mempengaruhi kinerja bank syariah baik dari sisi finansial maupun manajerial.
  2. Dari sisi finansial, faktor yang dinilai meliputi kecukupan permodalan, kualitas aset, kualitas income (termasuk efisiensi), kecukupan likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
  3. Indikator penilaian yang digunakan pada dasarnya mencerminkan intensitas berbagai jenis risiko yang dihadapi bank syariah.
  4. Dari sisi manajerial penilaian kualitas manajemen bank meliputi penilaian atas kualitas good corporate governance secara umum, kualitas manajemen risiko dan kepatuhan terhadap regulasi baik yang mengatur aspek prudensial maupun penerapan prinsip syariah.

Sistem Pengawasan Bank Syariah
Sistem pengawasan berbasis risiko bank syariah termasuk penilaian TKS merupakan satu kesatuan dari proses pengaturan dan pengawasan bank yang menjadi tugas BI dengan sasaran mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan

Peraturan Bank Indonesia Tentang Penerapan Manajemen Resiko

Peraturan Bank Indonesia
1.    PBI no 5/8/PBI/2003 tertanggal 19 Mei 2003
Penerapan Manajeman Resiko untuk Bank Umum
2.    PBI No 7/2/PBI/2005 tertanggal bulan Agustus 2005
sertifikasi manajemen Resiko bagi pengurus dan Pejabat Bank Umum
3.    PBI No 11/19/PBI 2009 tertanggal 4 Juni 2009
sertifikasi manajeman resiko bagi pengurus dan pejabat bank umum

Bank Indonesia
Bank Indonesia meminta kepada bank umum :
1.      Mengatur resiko-resiko dalam suatu struktur manajeman yang terintergrasi
2.      Membangun sistem dan struktur manajeman yang dibutuhkan dalam mencapainya
Struktur Manajemen Resiko Menurut Bank Indonesia
a)      Resiko Pasar
b)      Resiko kredit
c)      Resiko Operasional
d)      Resiko Likuiditas
e)      Resiko Hukum
f)       Resiko Reputasi
g)      Resiko Strategi
h)      Resiko Kepatuhan
Komite Manajeman Resiko
Bank umum harus memiliki komite manajeman resiko dan unit manajeman resiko tugas merenkomendasikan :
1)      Kebijakan resiko , proses sebagai dan aplikasi
2)      Setiap perubahan proses sebagai hasil dari rekomendasikan audit internal atau evaluasi lainnya dari proses manajeman resiko
3)      Penjelasan kepada Bank Indonesia dan dewan direksi bank keputusan yang dibuat oleh bank yang bertentangan dengan kebijkan manajeman resiko
Persyaratan dalam membangun struktur komite / unit Manajeman Resiko
a)      Harus sesuai untuk ukuran dan komplesitas dari resiko –resiko  yang akan diambil oleh bank
b)      Independen secara operasional dan pelaporan dari unti bisnis
c)      Melaporkan kepada anggota dari dewan direksi bank

Tanggung Jawab Komite/ unit Manajeman Resiko
a)      Memantau implementasi terhadap strategi manajeman strategi manajemen resiko
b)      Memantau keseluruhan tingkatan resiko yang dijalankan bank serta membandingkan dengan kesediaan bank mananggung resiko
c)      Memantau tingakatan resiko yang akan dilaksanakan bank terhadap batas resiko dilaksanakan bank terhadap batas resiko dirancang untuk masing-masing jenis resiko
d)      Melakukan stress testing terhadap model penilaian resiko yang digunakan
e)      Melaksanakan peninjauan reguler terhadap prosedur dan proses manajeman resiko bank
f)       Penguji proposal sebelum penerapan produk   dan jasa baru
g)      Pelaksanaan pengujian reguler terhadap kemampuan prediksi dari suatu model resiko bank dibandingkan dengan hasil nyata dari proses pengambilan resiko
h)      Membuat rekomendasi kepada komite manajeman resiko bank mengenai semau aspek proses manajeman resiko bank
i)        Melaporkan secara reguler profil resiko bank kepada manajeman resiko dan komite resiko bank
Laporan Manajeman Resiko
a)      Laporan profil resiko
b)      Laporan produk dan jasa baru
c)      Laporan kerugian keuangan yang signifikan
d)      Laporan publikasi dan akuntansi

Regulasi Keungan periode tahun 1970an dan 1980-an
a)      Pemberian izzin mendirikan lembaga keuangan
b)      Pembatasan aktivitas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan pada masing-masing institusi keuangan
c)      Definisi dari rasio-rasio pada neraca dan persyaratan giro wajib minimum  atau menjaga tingkat aktiva yang harus disediakan dalam obligasi pemerintah
Munculnya permasalah
Lemahnya bank sentral disebabkan oleh antara lain ;
a)      Fungsi dari lender of the last resort
b)      Masalah krisis likuiditas
c)      Krisis solvency
Regulasi
Pertengahan tahun 1970-an mulai menetapkan pendekatan pada pengawasan dengan prinsip kehati-hatian
Prudential supervisor
Lembaga keuangan secara signifikan harus mengukur sendiri performa berdasarakan hasil atau return yang ingin dicapai dan tingkat resiko yang sanggup ditanggung dengan tujuan akhir mencapai return yang diinginkan
Era globalisasi trus berkembang , era globalisasi ini telah memasuki pasar uang, pasar modal, dan pasar komoditi yang dalam penerapannya membutuhkan suatu norma prudential yang dapat diberlakukan secara internasional dan dapat diimplementasikan secara konssisten pada semua negara.
Penetapan Basel 1
Secara internasional dibutuhkan suatu keragaman regulasi secara global atau internasional yang akan menjadi suatu acuan bagi regulator pada masing-masing negara
Pandangan dan pemikiran ini yang menjadi dasar munculnya kesepakatan basel-basel accord

Kesepakatan Basel 1
Pada tahun 1974 dicetuskan komite basel – the basel commmitee
Fungsi untuk pengawasan dibidang perbankan

Penggagas Komite Basel
1.      Amerika Serikat
2.      Belanda
3.      Belgia
4.      Inggris
5.      Italia
6.      Jepang
7.      Jerman
8.      Kanada
9.      Prancis
10.  Swedia
11.  Swiss
12.  Luxemburg

Tujuan Utama Pengembangan Kesepakatan Basel 1
a)      Meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari sisten perbankan internasional
b)      Untuk menciptakan kerangka pengukuran kecukupan modal dari bank yang aktif secara internasional
c)      Untuk membentuk kerangka yang dapaat diaplikasikan secara kkonsisten dengan berpandangan untuk mengurangi ketidaksertaan dalam persaingan –competitive inqualities- antara bank – bank yang aktif secara internasional

Konsep Kesepakatan Basel 1
Pengukuran kecukupan modal menurut kredit didasari oleh beberapa kalkulasi terdiri dari :
a)      Bobot resiko aktiva dan bobot resiko
b)      Penyertaan dengan resiko kredit
c)      Target rasio modal dan kalkulasi modal yang memenuhi syarat
d)      Kecukupan hasil pada modal yang memenuhi syarat
e)      Struktur modal
Kelemahan Kesepakatan Basel 1
a)      Pendekatan portofolio belum diakomodasi
b)      Netting belum diizinkan
c)      Eksposur resiko pada Basel 1 diregulasikan secara samar-samar
d)      Pendekatan basell 1 memberikan pembobotan pada bobot resiko aktiva yang sama terhadap semua pinjaman  korporat tanpa memperdulikan peringkat kredit dari debitur
Perbandingan Kesepakatan Basel 1 dan kesepakatn basel II
Kesepakatan basel I
a)      Fokus pada sebuah pengukuran tunggal
b)      Memiliki pendekatan yang sederhana terhadap sensitivitas resiko
c)      Menggunkan pendekatan one single size fits all pada resiko dan modal
d)      Hanya mencakup resiko kredit dan resiko pasar
Kesepakatan Basel II
a)      Fokus pada internal metedologi
b)      Memiliki tingkat sensitivitas resiko yang lebih tinggi
c)      Fleksibel untuk disesuaikan terhadap kebutuhan bank yang berbeda-beda
d)      Mencakup resiko kredit, resiko pasar, resiko operasional dan resiko lainnya
Regulasi Tiga Pilar Kesepakatan Basel II
a)      Pilar1 – kewajiban penyediaan modal minimum
b)      Pilar2- tinjauan berdasarkan regulasi
c)      Pilar3 -  disiplin pasar yang efektif

Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
Bank Indonesia pada tanggal 9 januari 2004 telah meluncurkan API,  yaitu suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah,  bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan
Sasaran Pokok API
a)      Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan
b)      Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional
c)      Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko
d)      Menciptakan good corparate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasionall
e)      Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mewujudkan terciptanya industri perbankan yang sehat
f)       Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan